BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan seseorang. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Dalam
kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia didalam
kepribadaian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran.
Kebenaran
agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani
merupakan puncak kesadaran manusia.
Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk pencari kebenaran, karena dalam dirinya selalu
diliputi oleh rasa keingintahuan. Ketika rasa ingin tahu yang tak mungkin
terbendung manusia selalu mencari dan mencari. Terdapat tiga jalan untuk menghampiri
kebenaran itu yakni, ilmu pengetahuan, filsafat dan agama. Namun ketiga jalan penemuan kebenaran itu
memiliki kekhususan. Adapun kekhususan yang dimaksud adalah adanya titik
persamaan, dan adanya titik perbedaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan ilmu?
2.
Apa yang dimaksud
dengan filsafat?
3.
Apa yang dimaksud
dengan agama?
4.
Apa saja perbedaan ilmu pengetahuan, filsafat dan
agama?
5.
Apa saja persamaan ilmu pengetahuan, filsafat dan
agama?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan ilmu.
2.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan filsafat.
3.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan agama.
4.
Untuk mengetahui
apa saja perbedaan ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
5.
Untuk mengetahui
apa saja persamaan ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ILMU
1.
Pengertian
Kata ilmu secara etimologi berarti tahu
atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima – ya’lamu, dan
science dari bahasa Latin Scio, scire artinya to know. Sedangkan secara
terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat
tertentu. Berikut
ini beberapa definisi ilmu yang dikemukakan oleh para ahli.
Ashley Montagu menyebutkan bahwa, “
Science is a systemized knowledge services from observation, study and
experimentation carried on under to determine the nature of principles of what
being studied,” ( Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu
system yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan
hakikat dan prinsip hal yang sedang dipelajari ).
Dr. Mohammad Hatta; “ Tiap-tiap ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan kausal dalam satu golongan masalah
yang sama tabiatnya, baik menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut
bangunannya dari dalam.”
Drs. H. Ali As’ad dalam buku Ta’limul
Muta’allim, menafsirkan ilmu sebagai : “ Ilmu adalah suatu sifat yang kalau dimilii
oleh seseorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam
pengertiannya.”
Dari
berbagai definisi di atas kiranya dapat dipahami bahwa ilmu adalah sekumpulan
pengetahuan yang diorganisir secara sistematis berdasarkan pengalaman dan
pengamatan yang kemudian dihubungkan berdasarkan pemikiran yang cermat dan
teliti dan dapat dipertanggung jawabkan dengan berdasarkan metode.
2.
Objek
dan Ciri – ciri Ilmu Pengetahuan
Pada umunya objek atau lapangan ilmu pengetahuan itu
ialah alam dan manusia. oleh
para ahli, kedua objek tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok ilmu pengetahuan alam dan kelompok ilmu pengetahuan manusia.
Dalam membahas objek tersebut, misalnya
dalam mempelajari tingkah laku manusia dengan berbagai aspeknya, maka ditinjau
dari berbagai sudut pandang, yang disebut objek material dan objek formal. Objek material adalah
objek atau lapangan jika dilihat secara keseluruhan. objek formal ialah jika
dipandang menurut satu aspek atau sudut tertentu saja.
Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan
dikemukakan oleh Randall sebagai berikut.
a. Hasil
ilmu sifatnya akumulatif, dan merupakan milik bersama. Artinya hasil daripada
ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan
tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannnya saja. Setiap orang dapat
menggunakan hasil penemuan orang lain.
b. Hasil
ilmu kebenarannya tidak mutlak, dan bisa
terjadi kekeliruan karena
yang menyelidiki manusia.
c. ilmu
itu objektif, artinya prosedur cara penggunanaan metode ilmu tidak tergantung
kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman pribadi.
Prof. Drs. Hasojo mengutip pendapat
Ralph Ross dan Ernest Van de Haag, bahwa ciri-ciri umum ilmu adalah sebagai berikut.
a. Bahwa
ilmu itu rasional.
b. Bahwa
ilmu itu bersifat empiris.
c. Bahwa
ilmu itu bersifat umum.
d. Bahwa
ilmu itu bersifat akumulatif.
3.
Klasifikasi
Ilmu
Pembagian
ilmu pengetahuan ini tergantung dari cara dan tempat ahli itu meninjaunya.
Menurut pembagian klasik, ilmu pengetahuan dikelompokkan menjadi 2 bagian,
yaitu sebagai berikut.
a. Natural
science (kelompok ilmu-ilmu alam)
b. Social
science (kelompok ilmu-ilmu
social)
Menurut
UU Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi No. 22 Tahun 1961 di Indonesia,
ilmu pengetahuan diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu
Agama, terdiri dari : ilmu agam dan ilmu jiwa.
b. Ilmu
kebudayaan, terdiri dari : ilmu sejarah, ilmu pendidikan, dan ilmu filsafat.
c. Ilmu
social, terdiri dari : ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu social dan politik, ilmu
ketatanegaraan, dan ketataniagaan.
d. Ilmu
eksata dan teknik, terdiri dari : ilmu hayat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi,
ilmu kedokteran hewan, ilmu pertanian, ilmu pasti alam, ilmu teknik, ilmu
geologi dan ilmu geografi.
Berbeda
dengan para ilmuwan Muslim, seperti Alkindi, Alfaradi, Alghazali, dan Ibnu
Khaldun, mereka mengklasifikasian ilmu menjadi 2 kelompok, yaitu sebagai
berikut.
a. Ilmu
tanziliah, yaitu ilmu-ilmu
yang dikembangkan manusia
terkait dengan nilai-nilai
yag diturunkan Allah, baik dalam kitabNya maupun hadis-hadis Rasulullah saw.,
seperti : ulumul qur’an, ulumul hadis, usul fikih, tarikhul ambiyah, sirah nabawiyah,
dan sebagainya. Masing-masing
ilmu tersebut menghasilkan cabang-cabang
ilmu lain, seperti dari ulumul qur’an lahir ilmu qiraat, ilmu asbabun nuzul,
ilmu tajwid, dan lain-lain.
b. Ilmu
kauniyah, yaitu ilmu-ilmu
yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam, seperti : ilmu-ilmu yang terkait
dengan benda mati, melahirkan ilmu kealaman,
yang terkait dengan pribadi manusia melahirkan ilmu-ilmu kemanusiaan
(humaniora), yang terkait dengan interaksi antar manusia, lahir ilmu social.
Ilmu kealaman melahirkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi. Ilmu humaniora
melahirkan ilmu psikologi, bahasa, dan lain-lain.
Ilmu social melahirkan ilmu politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain.
4.
Sumber
Kebenaran Ilmu
Salah satu ciri ilmu pengetahuan dalam
mencari kebenaran adalah dengan menggunakan rasio. Dan memang manusia
diciptakana Allah dengan dibekali akal dan alat-alat kognitif lain, agar dengan alat itu
manusia dapat mengadakan observasi, eksperimentasi dan rasionalisasi.
Artinya
:
“
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Ia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar bersyukur.” ( An – nahl / 16 : 78
)
Sudah menjadi tugas manusia untuk
mengolah dan memanfaatkan alam dengan segala isinya agar manusia dapat
memakmurkan dan mensejahterakan hidupnya.
Artinya :
“
Dia telah menciptakan kamu dari bumi ( tanah ) dan menjadikan kamu pemakmurnya
…” ( Hud / 11 : 61 )
Dalam hal mengolah dan memakmurkan alam
ilmu pengetahuan memegang peranan penting. Sedangkan ilmu tidak akan berkembang
tanpa adanya akal, maka dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia dapat
merubah dan membentuk alam (nature) menjadi kebudayaan (kultur) dan dapat
menciptakan sarana penghidupan yang lebih tinggi di dunia. Disamping itu dalam
memahami ajaran agam pun harus berdasarkan landasan ilmiah yang kokoh. Begitu
banyak ayat-ayat
Alquran yang memotivasi manusia agar memiliki ilmu pengetahuan, dan Islam
sangat menghargai keberadaan ilmu pengetahuan karena tidak sama kedudukan /
derajat orang yang memiliki ilmu dengan orang yang tidak berilmu.
Artinya
:
“
Katakanlah ! Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui ?” ( Az – Zumar / 39 : 9 )
Artinya :
“
Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
dengan beberapa derajat… “ ( Almujadalah / 58 : 11 )
Artinya
:
“
Allah mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain– Nya, dan malaikat-malaikat mengakui orang-orang yang berilmu yang
teguh dengan keadilan.” (Aliimran / 3 : 18 ).
Ilmu pengetahuan dengan segala tujuan
dan artinya, banyak membantu manusia mencapai kehidupan yang lebih tinggi. Ilmu
menghasilkan teknologi yang memungkinkan manusia dapat bergerak dengan cermat
dan tepat, karena dengan ilmu dan teknologi manusia dapat mengubah wajah dunia
dan dapat mengubah cara bererja dan berpikir serta dapat mengadakan perubahan-perubahan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, Allah menyeru
kepada manusia untuk selalu berdoa agar ilmunya kian bertambah.
Artinya
:
“
Maka Maha tinggi Allah Raja yang sebenar – benarnya, dan janganlah kamu tergesa
– gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah
‘ya Tuhanku, tambahkanlah kepadau ilmu pengetahuan’.” ( Taha / 20 : 114 )
5.
Keterbatasan
Ilmu
Pengalaman manusia tidak pernah
sempurna, dan pengetahuan berkembang sepanjang pertumbuhan pengalaman nya,
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan semakin banyak hal-hal yang diketahui oleh
para ilmuan, semakin banyak pula pertanyaan -pertanyaan
yang muncul. Penemuan ilmiah takkan pernah selesai (habis) karena senantiasa dikoreksi
dan diperbaiki dari zaman ke zaman.
Artinya
:
“
Kami tinggikan derajat orang-orang
yang kami kehendaki, dan di atas tiap-tiap
orang yang berpengetahuan itu adal lagi yang Maha mengetahui.” (Yusuf/12:76)
Akal manusia dan alat kegnitif lain yang
dianugerahkan Allah bukanlah sesuatu yang sempurna dan tidak memiliki cacat.
Struktur ingatan manusia, pendengaran, pandangan mata, memiliki kemampuan yang
terbatas, yang dapat menyebabkan distorsi baik dalam pengambilan data
observasi, eksperimentasi, dan rasionalisasi.
Artinya
:
“
Kemudian pandanglah sekali, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan
tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatan itu pun dalam keadaan payah.”
(Almulk/67:4)
Artinya :
“Sungguh
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami
kembalikan dia serendah-rendah
di bawah yang rendah.” (Attin:4-5)
Ilmu pengetahuan bukanlah tujuan, ilmu
pengetahuan hanyalah sebatas alat dalam rangka mengolah sumber, dan dalam
rangka pengembangannya daya piker manusia. Ilmu pada hakikatnya sebagai
jembatan untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan keridhaan Allah di
akhirat.
6.
Kewajiban
Menuntut Ilmu
Wahyu yang pertama turun kepada Nabi
Muhammad saw,., member isyarat kepada manusia agar manusia belajar membaca dan
menulis, agar dengan itu manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan.
Artinya:
“
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Dia
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan apa yang tidak
diketahuinya.” (Al’alaq/96:1-5).
Dalam
ayat lain Allah menyuruh manusia untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
Artinya:
“Maka
bertanyalah kamu kepada ahli ilmu, jika kamu tidak mengetahui (sesuatu).”
(Annahl/16:43)
Rasulullah
saw. bersabda
“Mencari
ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.” (H.R. Ibnu Majah )
Adapun
kewajiban menuntut ilmu ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. Fardhu
‘ain, yaitu kewajiban
menuntut ilmu yang terkait dengan individu muslim tentang pokok-pokok ajaran
agama yang termasuk dalam rukun Islam (ibadah mahdhah) atau ibadah khusus.
b. Fardhu
kifayah, yaitu kewajiban menuntut ilmu yang keberadaannya terkait dengan
kepentingan masyarakat muslim dan masyarakat umum. Kwajiban ini tidak mutlak,
yakni apablia ilmu yang diperlukan ini sudah ditekuni dan digeluti oleh
sejumlah ilmuan, sehingga mencukupi kebutuhan masyarakat, maka masih kekurangan
sehingga jalannya pembangunan masyarakat terganggu, maka kewajiban tersebut
masih ada dan menjadi tanggung jawab keseluruhan untuk mencukupinya.
B.
FILSAFAT
1.
Pengertian
Dari segi etimologi, filsafat berasal
dari bahasa Yunani philosophia. Philo dari kata kerja philein yang berarti
mencintai atau philia yang berarti cinta. Sophia
berarti kebijaksanan. jadi phisolophia
adalah cinta akan kebijaksanaan atau pengetahuan yang benar. Orang yang
cinta kepada kebijaksanaan atau pengetahuan atau kebenaran disebut philosophus atau dalam bahasa Arab failasuf.
Istilah philosophus pertama kali digunakan oleh Phtagoras (abad ke-6 SM)
sedangkan istilah falsafah dan failasuf (philosophia dan philosophos) itu sendiri baru popular dan lazim dipakai pada masa
Sokrates dan Plato.
Dari segi terminology, pengertian
filsafat telah dirumuskan dalam berbagai formulasi antara lain hal-hal berikut
ini.
a. Menurut
Plato; “ia memberikan istilah filsafat dengan dialektika yang berarti seni
berdiskusi. Dikatakan demikian, karena filsafat harus berlangsung sebagai upaya
memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku”.
b. Menurut
Rene Descrates; “filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya”.
c. Menurut
Al Farabi; “filsafat adalah ilmu yang menyelidiki haikat yang sebenarnya dari
segala yang ada (Al-‘Ilmu bil-maujadat fi ma hiya almaujudat).”
d. Menurut
``Francis Bacon;
“filsafat merupakan induknya dari ilmu-ilmu, dan filsafat mempunyai semua
pengetahuan sebagai bidangnya,”
2.
Ciri-ciri
Filsafat
Filsafat tejadi jika orang
mempertanyakan atau mengkaji sesuatu maslah atau mendalami hakikat sesuatu
secara sistematis, radikal, dan universal.
Sistematik berarti secara teratur dan
tersusun sehingga merupakan pengertian, dan pendalaman tentang hakikat sesuatu
ini disertai pembuktian yang dapat diterima akal dan tersusun berjalinan serta
dapat dipertanggung jawabkan.
Radikal berarti berpikir sampai ke
akar-akarnya, tidak kepalang tanggung, hingga kepada konsekuensi-konsekuensinya
terakhir.
Universal ialah mencari kebenaran, dari
kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dipermasalahkan. Berpikir
universal tidak berpikir khusus terbatas pada bagian-bagian tertentu, namun
mencakup secara keseluruhan.
Berfilsafat adalah berpikir dengan
sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur sesuai dengan
aturan-aturan dan hukum-hukum yang ada. Berpikir secara filsafat harus dapat
menyerap secara keseluruhan apa yang ada, yang ada pada alam semesta, tidak
terpotong-potong.
Seseorang baru disebut berfilsafat (bijaksana)
apabila:
a. ia
mempunyai pengertian yang mendalam mengenai arti dan nilai,
b. ia
mendasarkan pendapat dan pandangannya tidak atas pertimbang-pertimbangan yang
dangkal saja, tetapi melihat, meras, memperhatikan arti yang terdalam daripada
semuanya.
3.
Objek
dan Cabang Filsafat
Objek material filsafat ialah segala
sesuatu yang dipermaslahkan oleh filsafat. Menurut Prof. DR. M. Langeveld, “…
Bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada pemikiran keseluruhan sarwa sekalian
secara radikal dan menurut system.”
Menurut DR. Oemar Amin Hoesin, “Karena
manusia mempunyai pikiran atau akal yang aktif, maka ia mempunyai kecendrungan
hendak berpikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yang
ada dan mungkin ada. objek tersebut adalah menjadi obje material filsafat.”
Al Kindi membagi filsafat dalam 3
lapangan:
a. ilmu
fisika (ilmu thibiyat) sebagai tingkatan terendah,
b. ilmu
matematika (alilmur-riyadhi) sebagai tinkatan menengah,
c. ilmu
ketuhanan (ilmu-rubbiyyah) sebagai tingkatan tertinggi.
Dari uraian para ahli, dapat ditarik
kesimpulan bahwa “objek material” dari filsafat itu adalah segala sesuatu
(realita). Sedangkan “hal ada” itu diklasifikasikan atas 2 golongan, yaitu
sebagai berikut.
a. Ada
yang harus ada, yang disebut ada yang absolute (mutlak) yaitu Tuhan, pencipta
alam semesta,
b. Ada
yang tidak harus ada, yang disebut ada yang tidak mutlak, ada yang relative
(nisbi), bersifat tidak kekal, yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak
(Tuhan pencipta alam semesta).
Adapun
objek formal filsafat, dikatakan bersifat nonfragmentaris, karena filsafat
mencari pengertian realita secara luas dan mendalam. sebagai konsekuensi
pemikiran ini, maka seluruh pengalaman manusia dalam semua instansi: etia, estetika,
teknik, ekonomi, sosial, budaya, religious,
dan lain-lain, harus dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita. Dalam hal
ini pemikiran filsafat menuntut bahwa seseorang ahli filsafat adalah sosok
pribadi yang berkembang secara harmonis dan memiliki pengalaman-pengalaman
secara autentik yang diperolehnya dalam dunia realita.
4.
Kegunaan
dan Keterbatasan Filsafat
Persoalan-persoalan yang dihadapi
manusia dari masa ke masa, menampakkan gejalan perkembangan kea rah yang
semakin kompleks. Bila dulu persoalan manusia masih sangat sederhana, tetapi
kian lama kian
beraneka ragam sehingga pada akhirnya mengundang pemikiran-pemikiran yang
beraneka ragam pula. Yang dibicarakan filsafat dari dulu hingga kini masih
berkisar pada 3 pokok masalah, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Akan tetapi,
aspek falsafi dari ketiga persoalan tersebut terutama alam dan manusia selalu
berkembang, sehingga pemikiran dalam bidang filsafat semakin banyak pula.
Filsafat muncul sebagai manifestasi dari
kegiatan berpikir manusia, mempertanyakan, menganalisis sampai ke akar-akarnya
mengenai hakikat dari realitas yang ada dihadpannya. Naluri manusia itulah yang
menimbulkan filsafat. Berfilsafat berarti berpangkalan kepada suatu kebenaran
yang fundamental. DR. Oemar A. Hoesin mengatakan bahwa “filsafat itu memberikan
kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib,
aan kebenaran.” Alfred North menyatakan bahwa “filsafat adlah keinsyafan dan
pandangan jauh kedepan dan suatu kesdaran akan hidup, pendeknya kesadaran dan
kepentingn yang member semangat suatu kesadaran akan hidup, pendeknya kesadaran
akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha peradaban.” “Rene
Descartes terkenal dengan ucapannya “ cogito
ergo sum” (karena berpikir maka saya ada). M. Marlean Ponty menyatakan,
“Jasa dari filsafat baru ialah terletak dalam sumber penyelidikannya, sumber
itu adalah eksistensi dan dengan
sumber itu kita
bisa berpikir tentang
manusia.”
Melalui pemikiran filsafat manusia dimungkinkan
dapat melihat kebenaran tentang sesuatu di anatara kebenaran-kebenaran yang
lain. Disamping itu filsafat memberikan petunjuk diantara kebenaran-kebenaran
yang lain. Disamping itu filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran
reflektif dan penelitian penalaran supya kita dapat menyerasikan antara logika,
rasio, pengalaman, dan agama di dalam usaha manusia mencapai pencurahan
kebutuhannya.
Prof. DR. R.F. Beerling dalam bukunya
“Filsafat Dewasa Ini”, menulis sebagai berikut, “filsafat bersumber pada
manusia dan mengenai manusia. Dia adalah tingkat tertinggi dari kegelisahan
yang telah saya katakana. Dia mengajukan pertanyaan yang dilakukan secara
radikal sekali. Dia adlah jawaban yang akan member kepuasan
pertanyaan-pertanyaan itu, tetapi yang selalu mengandung pertanyaan-pertanyaan
baru sehingga tak pernah tentram benar”.
Prof. Drs. I. R. Puja Wayatna menulis
dalam buku “Pembimbing ke Arah Alam Filsafat”, “maka daripada itu ada
kemungkinan agama member pengetahuan yang lebih tinggi dari filsafat,
pengetahuam yang tidak tercapai oleh budi biasa, karena demikian tingginya hal
itu hingga hanya dapat diketahui karena diwahyukan.”
Dalam aktivitas menekuni misi filsafat,
filsafat juga mengalami nasib yang sama dengan ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Ia
ndihadpakan kepada persoalan yang di luar kemampuan subjektif, spekulasi, dan
alternatifnya untuk dijawab dengan tuntas, maka berarti filsafat menemukan era
baru di luar jangkauannya yang bermuara kepada agama.
5.
Sumber
Kebenaran Filsafat dalam Pandangan Islam
Secara prinsip Islam menempatkan
filsafat dan ilmu pengetahuan di tempat yang layak dan tinggi. Bahkan banyak
ayat-ayat Alquran secara tegas member dorongan bagi pemikiran-pemikiran
filosofis. Seperti ayat yang berikut ini
Artinya:
“Allah
memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barang siapa yang
diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebajikan yang banyak, dan tak ada
yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”
(Albaqarah/2:269)
Hikmah di sini diartikan sebagai
“pengetahuan istimewa yang dianugerahkan Allah kepada hambaNya yang
dikehendakiNya. Muhammad Abduh mengartikan hikmah sebagai rahasia-rahasia dari
berbagai persoalan serta pemahaman hukum-hukum dan menerangkan kemaslahtannya
serta jalan (cara) yang ditempuh untuk mengamlkannya. Syekh Mustofa Almaraghi
mengatakan “hikma ialah ilmu yang berfaedah yang memberikan pengaruh dalam jiwa
sehingga mendorong (mengarahkan) kemauan kepada perbuatan yang diinginkannya,
yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.” Dalam buku “Ma’anil Falsafah” Dr. Ahmad Fuad Alihwani
menyatakan bahwa “Filsafat adlah sesuatu yang terletak di antara agam dan ilmu
pengetahuan. Ia menyerupai agam pada 1 sisi karena ia mengandung
permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diketahui dan dipahami sebelum orang
beroleh keyakinan, dan ia menyerupai ilmu pengetahuan di sisi lain, karena ia
merupakan sesuatu hasil daripada akal pikiran manusia, tidak hanya sekedar
mendasarkan kepada taklid dan wahyu semata-mata, agama dengan keyakinannya
dapat melangkah pada garis-garis pengertian yang terbatas.”
Imam Alghazali yang semula menentang
filsafat, kemudian berbalik menggunakan filsafat dalam menguraikan ilmu
tasawuf. Ia menganggap besar faedahnya mempelajari filsafat, dan banyak
ayat-ayat Alquran menyuruh manusia berpikir mengenai dirinya, dan mengenai
sarwa alam untuk meyakini adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Artinya:
“Mengapa
mereka tidak memperhatikan bagaimana unta dijadikan? Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?” (Alghasyiyah/88: 17-20)
Dari uraian ayat tersebut tampak bahwa
Islam sangat menghargai penggunaan akal dan mendorong manusia untuk berpikir,
tidak mencegah manusia mempelajari filsafat, bahkan memberikan anjuran untuk
berpikir menurut logika dalam rangka memperkuat kebenaran yang dibawa oleh
Alquran.
Betapapun pentingnya mempelajari
filsafat, namun harus diakui bahwa kebenaran filsafat adalah kebenaran
spekulatif, sebab ia berbicara tentang hal-hal yang abstrak yang tidak dapat
dieksperimen, diuji, atau diriset. Sedang ilmu pengetahuan, dia adlah kebenaran
positif karena dapat diuji secara empiris, tetapi kedua-duanya adalah produk
akal budi manusia (rasio) yang juga bersifat nisbi. Oleh sebab itu mempelajari
filsafat, dalam Islam bertujuan agar kita (sebagai manusia) dapat mengambil
manfaat dari akal pikiran yang bermacam-macam itu untuk kekuatan dan kejayaan
Islam itu sendiri. Kita tidak boleh mengikuti ajaran-ajaran kefalsafahan produk
manusia, kemudian mempertentangkannnya dengan Islam. Harus diyaini bahwa apa
yang ada dalam Islam jauh lebih tinggi dan unggul serta l;ebih lengkap
dibandingkan dengan ajaran-ajaran filsafat yang ada.
Artinya:
“Yang
mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal.” (Az-Zumar/39: 18).
C.
AGAMA
1.
Pengertian
Selain kata agama, dikenal pula kata din
dari bahasa Arab, dan kata religi dari bahasa Eropa. Untuk mendapatkan
pengertian tentang agama dan
religi, berikut ini dikemukakan beberapa kutipan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, agama
(umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insyaf, bahwa
ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan
inilah yang dianggap sebagai khalik (asal yang segala ada). Tentang kekuasaan
ini bermacam-macam bayangan yang terdapat pada manusia, demikian pula cara
membayangkannya. Pemikiran Tuhan dianggap oleh manusia sebagai tenaga gaib di
seluruh dunia dan dalam unsure-unsurnya atas segala khalik rohani. Tenaga gaib
ini dapat menjelma antara lain dalam alam (Animisme) dalam buku suci (Taurat)
atau dalam manusia (Kristus).
Menurut H. Moenawar Chalil: “kata din
itu masdar dari kata kerja dana yadinu, yang mempunyai arti, cara atau adat
ebiasan, peraturan, undang-undang, taat atau patuh, menunggalkan ketuhanan,
pembalasan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, agama.”
Dan menurut Prof. Dr. M. Driyarkara S.
J.: “bahwa istilah agama kami ganti dengan religi, karena kata religi lebih
luas, jadi juga mengenai gejala-gejala dalam lingkungan hidup, dan prinsip.
Istilah religi menurut asal katanya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh
sebab itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama
hidup. Dalam religi manusia melihat dirinya dalam keadaan yang membutuhkan,
membutuhkan keselamatan dan membutuhkan secara menyeluruh.”
2.
Klasifikasi
Agama
Pada umumnya agama diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok, yaitu agam wahyu (revealed-religion) dan agam nonwahyu
(nonrevealed-religion). Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.
a. Agama
wahyu, adalah agama yang diturunkan Allah dari langit melalui malaikat Jibril
kepada para nabi dan rasul Allah untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh karena
itu, agama wahyu disebut juga dengan agama langit, agama samawi, agama
profetis, din as-samawi, revealed religion.
Yang termasuk dalam
kelompok agama wahyu, adalah sebagai berikut.
1. Agama
Islam, dengan kitab sucinya Alquran yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad
saw.,melalui malaikat Jibril, untuk seluruh manusia dan semesta alam.
2. Agama
Kristen (nasrani) dengan kitab sucinya “Injil” diturunkan Allah kepada Isa as.,
melalui malaikat Jibril untuk kaum Bani Israil.
3. Agama
Yahudi dengan kitab sucinya “Taurat” diturunkan kepada nabi Musa as., melalui
malaikat Jibril untuk kaum Bani Israil.
b.
Agama nonwahyu, adalah
agama yang lahir berdasarkan pemikiran atau kebudayaan manusia. Pada awalnya
menurut historis agama nonwahyu diciptakan oleh filosuf-filosuf masyarakat
sebagai ahli piker, atau oleh pemimpin-pemimpin dari masyarakat, atau oleh
penganjur dan penyiar masyarakat itu. Agama nonwahyu mengalami
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan pemikiran atau budaya masyarakat
itu (animism, dinamisme, politeisme, monoteisme). Oleh karena itu, agama
nonwahyu dinamakan juga dengan agam budaya, agam bumi, agama ra’yu, din at-thabi’I, din al-ardi, natural
religion, nonrevealed religion.
Yang
termasuk dalam kelompok agama nonwahyu: Hinduisme, Jainisme, Sikhisme,
Zoroasterianieme, Konfusioniesme, Thaoisme Shintoisme, Budhisme.
3.
Ciri-ciri
Agama
Ciri-ciri
agama pada umunya adalah sebagai berikut.
a. Agama
adalah suatu system tauhid atau system keimanan (keyakinan) terhadap eksistensi
suatu yang absolute (mutlak), di luar diri manusia yang merupakan kausaprima
atau pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia itu dengan segala
isinya.
b. Agama
merupakan satu system ritual atau peribadatan (penyembahan) dari manusia kepada
sesuatu yang absolute.
c. Agama
adalah suatu system nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan
manusiawi antara sesame manusia, dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari
yang absolute.
Ciri-ciri
agama wahyu, yaitu sebagai berikut.
a. Mengakui
eksistensi Allah dengan kebenaran yang mutlak dari Allah.
b. Diturunkan
dari langit dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Rasul Allah.
c. Penyampaian
wahyu Allah itu kepada para nabi dengan ditentukan waktu kelahirannya.
d. Memiliki
kitab suci yang diwariskan Rasul Allah dengan isinya yang tetap yang
dikodifisikan dalam Taurat, Injil dan Alquran.
e. Konsep
ketuhanannya serba Esa-Tuhan yang murni.
f. Kebenaran
prinsip-prinsip ajaran agama itu dapat bertahan kepada kritik akal manusia, mengenai
eksistensi dan kebenaran alam gaib akal dapat menerimanya.
g. Ajarannya
tidak berubah sepanjang zaman (universal) meskipun zaman terus berkembang,
bahkan cocok dalam situasi apapun dan dimana pun.
Ciri-ciri agama
nonwahyu, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak
mengakui eksistensi wahyu Allah sebagai kebenaran yang mutlak.
b. Tidak
diturunkan dari langit, berarti tidak mengenal malaikat.
c. Tidak
disampaikan oleh Rasul Allah.
d. Tidak
memiliki kitab suci yang diwariskan oleh nabi.
e. Konsep
ketuhannya bukan Serba Esa-Tuhan.
f. Kebenaran
prinsip ajaran agam tidak bertahan terhadap kritik akal manusia, mengenai alam
gaib tak termakan oleh akal manusia, dan mengenail alam nyata terbukti
kekeliruan ilmunya.
g. Terjadi
perubahan mental dan social dari masyarakat penganutnya.
Dijelaskan
oleh para ahli, bahwa ketiga agama wahyu (Yahudi, Nasrani, Islam) yang masih
bertahan kemurnian tauhidnya hanya agam Islam. Memang ketiga agama tersebut
mempunyai asal yang satu. Akan tetapi, perkembangan masing-masing dalam sejarah
mengambil jalan yang berlainan, sehingga timbullah perbedaan antara
ketiganya. Agama Yahudi dan Nasrani
tidak lagi dipandang sebagai agama samawi yang murni, para ahli berpendapat
bahwa kitab suci kedua agama tersebut mengalami perubahan, yaitu terdapatnya
intervensi pemikiran manusia kedalam kitab suci mereka. Dari sudut,
ketuhannayapun kedua agam tersebut ternyata tidak lagi menganut keesaan yang
murni. Seperti dalam agama nasrani Tuhan yang satu terdiri dari tiga oknum
yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Ruhul Kudus (Trinitas). Sedangkan Islam
adalah agam tauhid murni, jadi agama samawi murni sekarang hanyalah agama
Islam, seperti yang dijelaskan dalam Alquran.
Artinya:
“Agama (yang benar)
dalam pandangan Tuhan ialah Islam (menyerahkan diri) kepada-Nya. Dan mereka
yang diberi Kitab bertikai hanya setelah pengetahuan dating kepada mereka, (dan
mereka bertikai) karena dipengaruhi perasaan dengki.” (Aliimran/3: 19).
Kitab suci agama Islam adalah satu-satunya kitab
suci yang masih terpelihara keaslian dan keautentikannya, tidak mengalami
perubahan sejak diturunkannya pada abad ke-6 Masehi sampai sekarang, bahkan
sampai akhir zaman. Dalam hal ini Allah menegaskan dalam firman-Nya.
Artinya:
“Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(Alhijr/15: 9).
4.
Agama
Sebagai Sumber Kebenaran
Dalam hal ini yang dibicarakan adalah sumber
kebenaran agama Islam. Sudah dijelaskan dalam uraian di atas bahwa agama Islam
adalah satu-satunya agama wahyu yang masih terpelihara kemurnian tauhidnya dan
kemurnian kitab sucinya. Oleh karena itu kebenaran agam Islam adalah mutlak dan
abadi. Islam mengajarkan bahwa kebenaran yang hakiki hanyalah berasal dari
Tuhan (wahyu), dan bahwa yang berasal dari Tuhan adalah kebenaran yang pasti.
Artinya:
“Kebenaran (Alhaq) itu datangnya dari Tuhanmu karena
itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (Aliimran:60)
Artinya:
“Dengan
kebenaran, Kami turunkan (Alquran) dan dengan kebenaran itu pula ia turun. Dan tiadalah
Kami utus engkau melainkan sebagai penyampai berita gembira dan pemberi
peringatan.” (Bani Israil/17: 105)
Artinya:
“Dan katakanlah,
kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman
hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah dia kafir.”
(Alkahfi/18: 29)
Ajaran
agama Islam didalamnya terdapat aspek-aspek yang bersifat prinsip, yang memang
tidak dapat diganggu gugat sama sekali, apalagi merubahnya, seperti dalam
masalah aqidah (rukun iman), kesaaa Allah, kemahkuasaan-Nya dan
kesempurnaan-Nya, dan tentang ibadah-ibadah mahdhah. Disamping itu; terdapat
pula aspek-aspek ajaran Islam yang bersifat elastic dan tidak monotif yang
selalu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Aspek-aspek itu menyangkut
sebagian masalah muamalah yang mengatur hubungan antarmanusia dengan
lingkunannya (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan). Dalam aspek ini Islam hanya
meletakkan prinsip-prinsip pokok yang bersifat universal, sehingga terbuka
kesempatan bagi penganut Islam (cendekiawan, ulama) untuk mengembangkan ajaran
Islam dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip pokok itu. Contoh dalam
masalah hukum, diterapkan prinsip keadilan, dalam ketatanegaraan (politik)
diterapkan prinsip musyawarah dan persamaan dalam perdagangan atau ekonomi
ditetapkan prinsip jangan menipu, jangan makan riba, jangan mengadakan
manipulasi, dan sebagainya.
Sangat
jelas bahwa ajaran Islam itu mencakup berbagai dimensi kehidupan manusia (multi
dimensional) senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan, dan tidak
pernah mengenal istilah ketinggalan zaman, asalkan prinsip-prinsip pokok yang
terdapat dalam sumber original islam yaitu Alquran dan Alhadis, tidak pernah
dilanggar atau dilangkahi, sehingga nilai-nilai original Islam tetap terpelihara
sepanjang masa. Disitulah letak keabadian ajaran Islam yang dikatakan bahwa
kebenarannya bersifat mutlak (absolute). Oleh karena itu, manusia berkewajiban
untuk mencari dan menggali nilai-nilai itu dari Alquran dengan menggunakan
berbagai kemampuan ijtihad atau daya analisis yang terdapat dalam diri manusia.
Dengan demikian, Alquran sebagai wahyu Allah yang terakhir di dunia ini
merupakan sumber yang tidak pernah berhenti untuk pengembangan berbagai bidang
kehidupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, Alquran merupakan sunnatullah
yang beriringan danberdampingan dengan hukum-hukum alam yang menjadi dasar
pergerakan dan perjalanan ala mini. Sehingga antara alam dengan Alquran tidak
dipisahkan satu sama lain, kerana keduanya saling menafsirkan dan saling
memberikan petunjuk kepada manusia mengenai jalan yang harus ditempuh untuk
menciptakan progress dalam kehidupan duniawi dan kesejahteraan ukhrawi.
D.
PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN ILMU, FILSAFAT, AGAMA
Sebagai kesimpulan dapatlah diadakan
perbandingan antara ketiganya dengan melihat unsur-unsur yang menjadi titik
persamaan dan titik perbedaannya.
Persamaannya,
adalah sebagai berikut.
a. Ketiganya
merupakan sumber atau wadah kebenaran (objektivitas) atau bentuk pengetahuan.
b. Dalam
pencarian kebenaran (objektivitas) itu, ketiga bentuk pengetahuan itu
masing-masing mempunyai metode, system dan mengolah objeknya selengapnya sampai
habis-habisan.
c. Ilmu
pengetahuan bertujuan mencari kebnaran tentang mikrokosmos (manusia), makrokosmos
(alam) dan eksistensi Tuhan/Allah. Agama bertujuan untuk kebahagiaan manusia
dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak itu, baik mengenai
mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam) maupun Tuhan/Allah itu sendiri.
Perbedaannya,
adalah sebagai berikut.
a. Sumber
kebenaran pengetahuan dan filsafat adalah sama, keduanya dari manusia itu
sendiri, dalam arti pikiran, pengalaman, dan intuisinya. Oleh karena itu,
disebut juga bersifat horizontal dan imanen. Sumber kebenaran agama adalah dari
Allah di langit, karena itu disebut juga bersifat vertical dan transcendental.
b. Pendekatan
kebenaran ilmu pengetahuan dengan jalan riset, pengalaman, dan percobaan
sebagai tolak ukurnya. Pendekatan kebenaran filsafat dengan jalan perenungan
dari akal budi atau budi murni manusia secara radikal, sistematis, dan
universal tanpa pertolongan dan bantuan dari wahyu Allah. Pendekatan ebenaran
agam dengan jalan berpaling kepada wahyu Allah yang dikodifikasikan dalam kitab
suci Taurat, Injil, dan Alquran.
c. Sifat
kebenaran ilmu pengetahuan adalah positif dan nisbi. Sifat kebenaran filsafat
adalah spekulatif dan juga nisbi, sedangkan sifat kebenaran agama adalah mutlak
(absolute) karena bersumber dari zat yang Maha Benar dan Maha Sempurna yaitu
Allah.
d. Tujuan
ilmu pengetahuan itu hanyalah bersifat teoritis, demi ilmu pengetahuan dan
umumnya pengalamannya untuk tujuan ekonomi praktis atau kenikmatannya jasmani
manusia. Tujuan filsafat, kecintaan kepada pengetahuan yang bijaksana dengan
hasil kedamaian dan kepuasan jiwa yang sedalam-dalamnya. Tujuan agama adalah
kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan, keselamatan, keselarasan, keridhoan
dunia, dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata ilmu secara etimologi berarti tahu
atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima – ya’lamu, dan
science dari bahasa Latin Scio, scire artinya to know. Sedangkan secara
terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat
tertentu.
Pada umunya
objek atau lapangan
ilmu pengetahuan itu ialah
1.
ilmu pengetahuan alam
2.
ilmu pengetahuan
manusia.
Menurut UU Pokok Pendidikan tentang
Perguruan Tinggi No. 22 Tahun 1961 di Indonesia, ilmu pengetahuan
diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu
Agama
2. Ilmu
kebudayaan
3. Ilmu social
4. Ilmu
eksata dan teknik
Para ilmuwan Muslim, seperti Alkindi,
Alfaradi, Alghazali, dan Ibnu Khaldun, mereka mengklasifikasian ilmu menjadi 2
kelompok, yaitu sebagai berikut.
1.
Ilmu tanziliah
2.
Ilmu kauniyah
Dari segi etimologi, filsafat berasal
dari bahasa Yunani philosophia. Philo dari kata kerja philein yang berarti
mencintai atau philia yang berarti cinta. Sophia
berarti kebijaksanan. jadi phisolophia
adalah cinta akan kebijaksanaan atau pengetahuan yang benar. Orang yang
cinta kepada kebijaksanaan atau pengetahuan atau kebenaran disebut philosophus atau dalam bahasa Arab failasuf.
“objek material” dari filsafat itu
adalah segala sesuatu (realita). Sedangkan “hal ada” itu diklasifikasikan atas 2 golongan, yaitu
sebagai berikut.
c. Ada
yang harus ada, yang disebut ada yang absolute (mutlak) yaitu Tuhan, pencipta
alam semesta,
d. Ada
yang tidak harus ada, yang disebut ada yang tidak mutlak, ada yang relative
(nisbi), bersifat tidak kekal, yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak
(Tuhan pencipta alam semesta).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, agama
(umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insyaf,
bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada.
Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai khalik (asal yang segala ada).
Agama diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.
Agama wahyu
2.
Agama nonwahyu
Ciri-ciri
agama pada umunya adalah sebagai berikut.
1. Agama
adalah suatu system tauhid atau
system keimanan .
2. Agama
merupakan satu system ritual atau peribadatan
3.
Agama adalah suatu
system nilai atau norma.
B.
Saran
Agama
islam itu tidak pernah mempersulit seseorang apabila kita melakukan
dengan ikhlas maka semua aturan –aturan islam akan sangat mudah untuk kita
jalani, Allah
SWT tidak akan memberi sesuatu baik itu aturan ataupun cobaan melebihi
kemampuan hambaNya. Serta carilah
ilmu, karena ilmu itu tidak akan pernah sia-sia.
ok
BalasHapusbagus,,,,,
BalasHapussipppp
BalasHapusok bro
BalasHapushahahha
BalasHapussipp bro
BalasHapushahaha
BalasHapus