Cari Blog Ini

Minggu, 22 Maret 2015

Makalah Kwn tentang Pemerintahan yang Bersih dan Demokrasi



MAKALAH KWN

Tentang :
PEMERINTAHAN YANG BERSIH
 DAN DEMOKRATIS



              
        Disusun oleh         :
                                                          Z Efson Sustera Irawan
                                                          Z Fardizul
                                                          Z Feri Pratama
                                                          ZHandi tri Saputra
                                                          Z Helda Susanti
                            Kelas                            :A1                     
                              Dosen Bidang Study       :
                                                                   Drs. Sazili M.Pd



DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU
2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat  Allah SWT. Karena dengan rahmat Nya lah, kami dapat menyelesaikan penulisan MAKALAH tentang “PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS ” ini.
            Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberi tau tentang ““PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS ” kepada teman-teman pembacanya supaya lbih memahaminya. Dan pada MAKALAH yang kami susun ini terdapat beberapa pembahasan tentang“PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS ”secara lebih rinci.
             Setiap pembahasan pada MAKALAH ini terdapat  keterangan beserta gambar sistem pernapasan pada manusia dan hewan . Meskipun pembahasan pada MAKALAH ini lbih ringkas.  Di dalam MAKALAH  ini masih ada tersirat konsep-konsep penting yang dapat di jadikan pengetahuan untuk para pembacanya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Drs. Sazili M.Pd yang telah memberikan tugas ini untuk kami, sehingga kami bisa memperoleh wawasan yang lbih luas lagi dari tugas yg bapak berikan.  Akhir kata, tiada gading yg tak retak, demikian juga dengan MAKALAH yang kami buat, tentunya masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu kritik dan saran kami harapkan dari pembaca ataupun bapak guru yang memberi tugas.

                                                                                     Padang harapan, 17-November-2014

                                                                                                penyusun










DAFTAR ISI

      HALAMAN JUDUL..........................................................................................................iv
      KATA PENGANTAR......................................................................................................2
      DAFTAR ISI......................................................................................................................3
      BAB 1 PENDAHULUAN
            1.Latar Belakang...................................................................................................4
            2.Rumusan Masalah............................................................................................4
            3.Tujuan...................................................................................................................4
      BAB 2 PEMBAHASAN
            1. Pemantulan Gelombang (Refleksi) .............................................................5
            2. Pembiasan Gelombang (Refraksi).......................................................................6
            3.  Interferensi Gelombang....................................................................................7
4.      Difraksi Gelombang.........................................................................................8
5.      Dispersi(penguraian)Gelombang..................................................................9
6.       Polarisasi Gelombang.....................................................................11

      Bab 3. Penutup
            Kesimpulan...........................................................................................
            Saran.....................................................................................................
            Daftar Pustaka......................................................................................

           





                                 



BAB 1
PENDAHULUAN

1.    LATAR BELAKANG
Pemerintah yang bersih dan demokrasi merupakan sebuah keniscayaan dari berlakunya nilai-nilai demokrasi dan masyarakat madani pada level kekuasaan negara. Nilai-nilai masyarakat madani (civil society) tidak hanya dikembangkan dalam masyarakat (individu,keluarga dan komonitas, tetapi juga harus dikembangkan dalam level negara (civil state). Sehingga sistem kenegaraan yang dibangun menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam perwujutan masyarakat madani termasuk sistem pemerintahan yang bersih dan demokratis.
            Dalam era menuju demokrasi indonesia , negara yang selama ini cukup hegemonik atas kekuatan sipil (masyarakat) sudah saatnya mengembangkan budaya demokrasi. Wacana demokrasi dan masyarakat madani sudah cukup merata dikalangan masyarakat (LSM,sekolah,perguruan tinggi,organisasi masyarakat dll). Wacana ini diharapkan bisa memacu perubahan sosial ke arah yang lebih demokratis dan semakin beradap. Dengan demikian , bekembangnya wacana demokrasi dalam masyarakat madani perlu di respon oleh negara dengan melakukan tranformasi sistem dan kebudayaan kenegaraan.
            Sehingga negara pun antisipatif terhadap perubahan sosial. Disinilah sinergi antara kekuatan negara dan kekuatan sipil sangat dibutuhkan, karena keduanya memang saling membutuhkan.


2.      RUMUSAN MASALAH
-          Bagaimana sifat Konsef dasar pemerintahan yang bersih dan demokratis
-          Seperti apa kesadaran masyarakat indonesia tentang pentingnya pemerintah yang bersih dan demokratis.
-          Bagaimana cara pengembangan sistem pemerintahan yang bersih dan demokratis.
-          Apa saja yang menjadi pedoman dalam pemerintahan yang bersih dan demokratis.

3.      TUJUAN
-      Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar pemerintahan yang           bersih dan demokratis
-      Mampu memahami dan menjelaskan perangkat-perangkat sistem dalam    pemerintahan yang bersih dan demokratis
-      Mahasiswa mampu mengembangkan kesadaran politis tentang penegakan hukum indonesia
             -      Untuk memenuhi tugas dari guru bidang study KWN bapak Drs. Sazili M.Pd



BAB 2
PEMBAHASAN

A.     Pemerintahan Yang Bersih Dan Demokratis Merupakan Keniscayaan Dari Demokrasi dan Masyarakat Madani Pada Tingkat Kekuasaan Negara

1.     Pemerintahan yang Bersih

Secara sederhana pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi ,kolusi , dan nepotisme (KKN). Koropsi adalah perbuatan pejabat pemerintah mengeluarkan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal.  Sedangkan Kolusi adalah bentuk kerja sama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara ilegalpula (melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Dan Nepotisme adalah memanfaatkan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan bagi keluarganya sehingga menutup kesempatan bagi orang lain.
           
            Sejak indonesia memasuki era transisi menuju demokrasi di tahun 1999, citra negeri ini di dunia internasional terpuruk. Antara tahun 1999-2003 indonesia dikenal dengan negara tingkat korupsi terpuruk. Untuk menghilangkan semua ini maka tentu kita harus mengindahkan nilai-nilai moralitas. Adapun sikap moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain; menjauhkan diri dari tindakan melanggar hukum;kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakat; dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.

            Selain itu sudah barang tentu moralitas politik saja tidak akan cukup untuk menegakkan pemerintah yang bersih dari pelanggaran moralitas atau etika politik;tetapi diperlukan sebuah sistem politik dan hukum yang egaliter dan adil untuk menopang kerangka sistemik masyarakat madani.

2.     Sistem Demokrasi dalam Pemerintahan

a.      Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem ini awalnya berasal dari pemerintahan inggris yang kemudian banyak menyebar kenegara-negara lain terutama bekas jajahannya. Prinsip utama dari sistem parlementer adalah adanya fungsi kekuasaan eksekutif dan legeslatif. Eksekutif adalah apa yang sering kita sebut sebagai pemerintahan  yang dikepalai oleh perdana mentri, dan untuk kepala negaranya adalah ratu sebagai simbol negara. Kepala negara lah yang mengangkat kepala pemerintahan yang merupakan ketua partai mayoritas di parlemen.

            Peran utama parlemen adalah sebagai pemasok anggota kabinet inggris memuat hubungan antara eksekutif dan legeslatif menjadi terfusikan. Dalam praktik fusi kedua cabang pemerintahan ini memuat kekuasaan eksekutif relatif mendominasi lembaga legeslatif (parlemen). Oleh karena itu dalam sistem parlementer inggris , perdana menteri setiap saat dapat membubarkan parlemen,jika dianggap perlu, dengan meminta kepala negara (ratu) untuk melakukannya, dengan kata lain kepala negara membubarkan pemerintahan atas permintaan kepala pemerintahan.
            “Di Inggris dan Jepang misalnya , politisi yang melakukan perbuatan memalukan akan segera mengundurkan diri, Sehingga wibawa pemerintah tetap terjaga”.

b.      Sistem Presidensial

Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dari rakyat. Bandingkan dengan sistem parlementer dimana , dimana perdana mentri mendapatkan mandatnya tidak langsung dari rakyat akan tetapi dari partai mayoritas di parlemen. Sistem ini berasal dari Amerika Serikat.

            Dalam sistem presidensial , kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan) sepenuhnya di tangan presiden. Oleh karna itu, Presiden adalah kepala eksekutif sekaligus kepala negara. Prinsif pokok lain dalam pemerintahan presidensiaal adalah adanya pemisahan kekuasaan (the separation of power) antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (kongres).

            Dalam sistem presidensial , seorang presiden dapat menjalankan kekuasaan hingga masa jabatannya berakhir tanpa kuatir akan diganggu oleh kongres.  Selama kebijakan presiden tidak melanggar konstitusi, ia dapat bertahan hingga akhir masa jabatannya,walaupun dia gagal dalam berbagai sektor kegiatan pemerintahan. Sistem presidensial melarang rangkap jabatan antara eksekutif dan legislatif. Politisi yang duduk di kongres harus mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri sebagai presiden atau menduduki kursi di kabinet.

”Apapun sistem politik yang diterapkan , jika masyarakat masih menoleransi kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas, eksekutif cendrung melakukan sentralisasi kekuasaan. Proses sentralisasi kekuasaan yang tidak terbendung akan menghasilkan sebuah pemerintahan otoriter”.

c.       Kekuasaan Eksekutif Terbatas

Persoalan terbatas antara sistem parlemter dan presidensial adalah sejauh mana masyarakat memberi batasan bagi kekuasaan eksekutif. Dalam konteks indonesia pada masa orde baru, kekuasaan politik relatif terpusat di tangan presiden . Pemusatan kekuasaan ini membuat presiden dapat menjalankan kebijakan sekendak hatinya tanpa memedulikan seruan dan keritikan masyarakat yang menolak tindakan-tindakan tersebut.

            Akan tetapi kekuasaan presiden yang tidak terbatas juga mengandung kelemahan lain , yakni lemahnya sistem pengawasan terhadap tindakan dan prilaku politisi di pusat maupun daerah. Rezim otoriter dengan kekuasaan eksekutif yang nyaris tak terbatas sudah barang tentu kondusif bagi pertumbuhan budaya korupsi. Kebutuhan untuk membatasi kekuasaan eksekutif ,dengan demikian bukan sekedar kebutuhan moral, namun lebih merupakan kebutuhan struktural . artinya , struktur politik tidak akan berfungsi jika tidak menyatakan bentuk kekuasaan eksekutif yang terbatas.

d.      Pemberdayaan badan Legeslatif

Pemberdayaan badan legislatif merupakan sebuah agenda penting lain dalam mengembangkan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Badan legeslatif pada rezim otoriter pada umumnya lebih banyak memainkan peran sebagai tukang stempel saja (rubber-stamp parliament). Badan legeslatif semacam ini sangat jarang melakukan kritik terhadap eksekutif. Mereka lebih menerima dan mengesahkan hampir semua usulan kebijakan pemerintah tanpa reserve.

            Badan legeslatif menduduki posisi sentral , karena anggota badan legeslatif merupakan politisi yang mendapat mandat dari rakyat pemilih untuk mewakili kepentingan mereka. Dengan demikian hanya badan legeslatif yang secara sah dapat melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah. Mereka dapat mendukung atau menolak usulan kebijakan yang diajukan oleh pemerintah .  misalnya ; Jika pemerintah mengajukan usul untuk menaikkan BBM dan DPR menolak , pemerintah harus mengurungkan niat tersebut.

            Namun persoalan yang menyangkut pemberdayaan legislatif adalah peningkatan profesionalisme anggota legislatif. Dalam jangka pendek recruetment anggota anggota legislatif sering tidak memperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman proffesional anggota sehingga siapa pun yang diusulkan partai dapat menjadi anggota DPR tanpa melalui tahapan evaluasi terhadap calon secara maksimal. Oleh karena itu pemberdayaan legislatif seharusnya dilakukan dengan menjadikan lembaga legislatif yang kritis terhadap krisis emplementasi pemerintah. Dan juga perlu mempertimbangkan upaya untuk terus meningkatkan proffesionalisasi anggota badan legeslatif dengan mempertimbangkan pendidikan,usia, dan latar belakang calon anggota legeslatif.

            Dijerman misalnya recruitmen anggota legislatif sejak dekade akhir abad ke 20  mulai meningkatkan persyaratan ; Usia diatas 40 tahun , berpendidikan tinggi dengan latar belakang proffesional yang jelas ,dan memiliki pengalaman dan keahlian yang berhubungan dengan politik. Persyaratan dimaksudkan agar anggota badan legislatif jerman benar-benar menjadi wakil rakyat yang pro-aktif,peka serta memiliki empati yang dalam terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi rakyat.

3.     Sistem Pemilihan

Sistem pemilihan adalah cara untuk menentukan siapa politisi atau partai memenuhi syarat untuk menduduki jabatan di badan legislatif atau eksekutif (presiden).

a.      Sistem proporsional

Sistem proporsional adalah sistem pemilihan yang membuka peluang bagi banyak partai politik untuk duduk didalam pemerintahan. Sehingga ,setiap partai akan bersaing untuk mendapatkan suara pemilihan terbanyak disetiap daerah pemilihan.
            Setiap daerah pemilihan menyediakan banyak kursi untuk diperebutkan oleh partai-partai yang ada di daerah pemilihan tersebut. Jika jumlah partai pemilihan cukup banyak, biasanya akan muncul cukup banyak pula yang dapat mengumpulkan suara terbanyak pemilih. Perolehan kursi masing-masing partai dihitung sesuai dengan proporsi perolehan suaranya. Dengan kata lain sistem proporsional merupakan sistem untuk memelihara sistem multi partai.

b.      Sistem Distrik

Adalah sistem pemilihan dimana setiap daerah pemilihan disebut sebagai distrik. Dalam distrik hanya terdapat satu kursi untuk diperebutkan. Distrik adalah bagian dari sebuah negara bagian provinsi. Jumlah distrik dalam negara bagian atau provinsi tergantung dari banyak sedikitnya jumlah penduduk. Dalam sistem distrik setiap calon harus mendapatkan suara paling banyak untuk mendapatkan kursi di distrik tersebut.

c.       Sistem Multiple-distrik

Jepang yang memiliki banyak partai menerapkan sistem distrik yang dimodifikasi, sehingga dikenal sebagai sistem multiple-distrik. Dalam sistem ini, setiap distrik terdiri lebih dari satu kursi yang diperebutkan, Sehingga akan ada lebih dari satu partai yang akan mendapatkan kursi di distrik yang bersangkutan.


4.     Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian memainkan peran dalam pengembangan sistem politik yang demokratis . Sistem partai ditentukan oleh sejarah politik negara yang bersangkutan. Sejarah-sejarah politik suatu negara akan turut menentukan sistem kepartaian di negara tersebut. Negara-negara eropa, misalnya; pada umumnya menerapkan sistem multi-partai , sedangkan amerika justru lebih condong pada sistem dua-partai . negara demokrasi baru lebih cenderung pada sistem multi-partai yang lebih longgar.

a.      Sistem dua-partai

Dikenal karena berkembang di negara demokrasi terkemuka, yakni inggris dan amerika. Sistem dua-partai berpendapat bahwa sistem ini memungkinkan satu partai memfokuskan diri pada kebijakan partai yang bersangkutan. Mereka menolak sistem multi-partai karena masing-masing partai harus mendapat kesepakatan dalam menjalankan kebijakan pemerintah.

            Sistem dua-partai juga memudahkan partai pemenang pemilu. Sebab, segera setelah sebuah partai memenangkan pemilihan , dengan sendirinya program partai pemenang pemilu dapat diterapkan secara langsung menjadi program pemerintah.

b.      Sistem multi-partai

Dalam sistem multi-partai yang berkuasa bisa lebih dari satu partai, dua partai, atau bisa pula lebih dari dua partai politik. Sistem multipartai sering dianggap sumber inhabilitas politik, karena kabinet sulit menjalankan agenda pemerintahan yang terdiri dari banyak partai politik. Namun, demikian, penelitian mutakhir menunjukkan bahawa pengalaman sistem multi-partai dieropa membuktikan tiadanya kesulitan bagi sistem multi partai untuk mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang stabil dan produktif.

            Bagi indonesia dengan tingkat heteregenitas yang tinggi, mustahil menghapus gejala multi-partaisme yang sedang tumbuh pesat saat ini. Hal ini disebabkan:

J. Pertama , gerakan reformasi telah menjadikan indonesia menjadi ladang subur bagi pertumbuhan partai-partai baru karena, dihilangkannya berbagai hambatan  untuk mendirikan partai baru.

J. Kedua, gerakan reformasi juga kondusif bagi tokoh yang komonitas yang tidak puas dengan partai-partai yang ada untuk membentuk partai baru.

J. Ketiga, prospek pemilihan presiden langsung merupakan dorongan-dorongan yang sangat kuat bagi partai – partai baru untuk tumbuh.

c. fragmentasi Partai
Pertumbuhan sistem menimbulkan permasalahan serius, yakni fragmentasi partai. Banyaknya partai politik ternyata memang benar menyulitkan pemerintah demokrasi baru dalam menjalankan pemerintahan mereka . krisis politik yang tumbuh akibat konflik antar partai di eksekutif menumbuhkan gejala baru berupa ketidakmampuan memerintah. Para pengamat partai  menyebutkan bahwa kondisi partai partai politik belum sepenuhnya terlembaga. Dalam kondisi  belum terlembaga, sudah tentu perilaku partai menjadi sulit diprediksi. Keputusan elit partai seringkali terjadi secara mendadak dan tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
d. Budaya Koalisi
Persoalan lain yang tumbuh dan menjadi  persoalan adalah tak adanya budaya koalisi di negara-negara demokrasi baru. Jalan termuda bagi partai untuk berkuasa adalah dengan membentuk koalisi dengan parti lain. Persoalanya adalah bahwa koalisi-koalisi yang dibentuk pada awal pemerintahan demokrasi pada umumnya didasari  oleh pertimbangan pragmatis yang sangat kuat. Di negara-negara yang baru mengalami demokrasi , pragmatisme dalam membangun koalisi diantara partai politik untuk berkuasa seringkali mengabaikan prinsip-prinsip itu sendiri. Pragmatisme membuat partai-partai bersedia bergabung dengan partai mana pun, asalkan mereka dapat membentuk pemerintahan yang menguntungkan mereka.
e. Budaya Oposisi
Persoalan lain lagi yang muncul dari sistem multi partai dalam tahap perkembangan adalah kesulitan membangun budaya oposisi. Keengganan masing-masing partai untuk menjadi partai oposisi merupakan penghalang bagi pertumbuhan budaya oposisi  yang sangat diperlukan bagi bekerjanya sistem demokrasi. Keinginan setiap partai untuk selalu duduk dalam kabinet merupakan isyarat ketidaksiapan partai politik untuk membangun budaya oposisi. Keengganan membangun budaya oposisi dengan penuh kesadaran akan makna  strategis oposisi menjadikan partai itu sendiri sebagai penghalang bagi proses demokratisi. Proses demokrasi ke depan, dengan demikian akan sangat ditentukan oleh kesedian partai politik untuk:
1.      Mengurangi  pragmatisme vulgar dalam membentuk koalisi, sehingga partai diharapkan selektif dalam memilih anggota koalisi
2.      Kesediaan menjadi partai oposisi  dengan penuh kejujuran, bila tidak memiliki kesepahaman dengan partai lain, sebagai bentuk pernyataan kritis terhdap partai yang berlainan agendanya.
Dengan kata lain, dapatlah diasumsikan secara terbalik, bahwa jika budaya oposisi tumbuh pesat, maka akan muncul partai oposisi yang kritis terhadap bentuk-bentuk penyimpangan hukum yang dilaukan partai berkuasa. Kondisi ini yang akan membantu menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokratis.

5.     Peranan Oorganisasi Non-Partai
Organisasi non-partai adalah organisasi yang tidak menjadikan perebutan jabatan publik sebagai tujuan utama mereka. Organisasi ini antara lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi, lembaga riset, organisasi kemasyarakatan (ORMAS), dan kelompok kepentingan lain. Pragmatisme partai politik bisa menyebabkan involusi kepemimpinan ketika berkuasa, yaitu sebuah kepemimpinan politik yang hanya berpikir tentang kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Oleh karenanya peran organisasi non-partai sangat diperlukan untuk mendorong kritisme masyarakat terhadap kepemimpinan partai politik yang berkuasa. Organisasi non-partai inilah yang menjadi  salah satu ujung  tombak perjuangan untuk membangun pemerintahan yang bersih dan demokratis di masa depan. Secara organasional, mereka lebih ramping dan ditopang oleh tenaga profesional. Kelebihan ini membuat organisasi non-partai mampu bekerja lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pejabat dan kebijakan yang dihasilkan. Secara keseluruhan, kelompok-kelompok di luar partai inilah yang masih dapat diandalkan sebagai unsur penguat upaya pembentukan pemerintahan yang bersih dan demokratis.  Organisasi non-partai dapat setiap saat menyampaikan program dan langsung meleksanakan program tersebut. Kemudahan ini membuat organisasi  non-partai lebih cepat menjalankan kegiatan mereka dibanding partai politik di DPR yang terkait oleh berbagai aturan dan kepentingan. Peran utama organisasi non-partai politik dalam mengawal demokrasi terletak dalam penguatan kesadaran publik tentang  jalannya pemerintahan. Aktivitas organisasi non-partai, dengan demikian  berfungsi sebagai penyimbang terhadap kecenderungan konservatisme partai yang berpotensi memperlambat proses reformasi politik.
6.     Media Masa
Media massa memainkan peran yang cukup besar dalam demokrasi, karena ia mampu melakukan pendidikan politik rakyat dengan menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat melalui berbagai informasi yang disajikan. Peran yang dimainkan media massa  ini diharapkan justru akan memperkuat masyarakat dan sekaligus menciptakan lembaga-lembaga pemerintah yang kuat, terbuka, dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Keterbukaan membuka peluang munculnya berbagai alternatif pemikiran untuk merumuskan agenda publik dan mencari solusi terbaik bagi persoalan pemerintah.
7.     Anti-Koropsi
Dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan demokratis, gagasan anti-korupsi merupakan tema yang sangat penting untuk dikembangkan dalam era menuju demokrasi di indonesia. Istilah  “korupsi”  mewakili dan meliputi dua konsep lain yang berdampingan, yaitu kolusi dan nepotisme. Dalam pengertian yang umum, korupsi adalah bagian atau penyisahan suatu standar yang seharusnya ditegakkan. Secara sempit,  korupsi diartikan pengabaian standar prilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kebutuhannya sendiri. Korupsi bisa terjadi dimana saja, baik dunia swasta ataupun negara. Di Indonesia, fenomena korupsi muncul dalam dua bentuk, yaitu state capture dan korupsi administratif. State capture adalah aksi-aksi ilegal oleh perusahaan ataupun individu untuk mempengaruhi penyusunan hukum, kebijakan, dan peraturan demi keuntungan mereka sendiri. Korupsi administratif adalah pemberlakuan secara sengaja (baik oleh negara maupun perlaku non-negara) untuk mendistrosi hukum, kebijakan, dan peraturan yang ada demi keuntungan pribadi. Hasil survei internasional maupun regional tentang korupsi menunjukan bahwa indonesia merupakan negara dengan angka korupsi yang parah. Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy  (PERC), misalnya menempatkan tingkat korupsi di indonesia pada urutan 12 dari 12 negara Asia yang disurvei. Menurut survei yang dilakukan oleh The Transparency International  terhadap  99  negara di dunia, indonesia merupakan negara ketiga yang paling korup. Indonesia yang peringkatnya sama dengan Azerbaijan dan hanya lebih baik dari Nigeria dan Kamerun (Kompas, 22 Juli 2000). Korupsi di Indonesia telah menyatu dengan sistem kehidupan masyarakat. Penyimpangan ini meliputi  wilayah-wilayah sebagai berikut:
1.      Wilayah penegakan hukum: berupa keadilan yang diperdagangkan; rendahnya anggran pengadilan; campur tangan politik; dan lemahnya yurisdiksi.
2.      Wilayah bisnis: berupa campur tangan politik; manajemen yang buruk; dan kekebalan hukum pada perusahaan-perusahaan besar.
3.      Willayah partai politik: berupa sumbangan yang tidak terpantau: memeras uang dari pelaku bisnis; dan tidak ada nya ke bijakan apa pun dari partai berkenaan dengan hal-hal yang berpeluang terjadi distrosi.
4.      Wilayah kepegawaian : meliputi patronase dan nepotisme; skala gaji yang kacau; kelebihan pegawai; dan jual beli posisi.
5.      Wilayah lembaga legistatip: meliputi anggota DPR menerima suap: anggotaDPR tidak punya kode etik; anggota DPR tidak punya pemilih; dan tidak adanya pengawasan terhadap anggota DPR.
6.      Wilayah kelompok sipil: berupa campur tangan politik; modalitas yayasan di gunakan dengan curang; dan LSM “plat merah” atau LSM non-sipil.
7.      Wilayah pemerintah daerah: berupa warisan korupsi dari pemerintah pusat; eksekutip menyuap legistatip; dan DPRD yang tidak dapat melakukan supervise kepada eksekutip.
8.      Wilayah sikap dan perilaku: berupah kelemahan dalam pelaksaan standar-standar etika; toleransi terhadap pelaku illegal; penerimaan terhadap orang atau institusi yang kebal hukum; dan kelemahan dalam menjalankan kekuasaa.
9.      Wilayah lain yang juga menjadi lahan korupsi: adalah manajemen SDM, manajemen pengeluaran public, manajemen tata peraturan, dan wilayah audit public seperti badan pemeriksa keuangan (BPK) atau lembaga audit lain.

8.     Kepastian Hukum
Adanya system pemerintahan yang baik tak akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dan demokratis bila tak ada jaminan hukum yang tegas dan tidak memihak.kasus-kasus KKN pada masa transisi menuju demokrasi sering terhalang oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang tercemar oleh gejalah KKN itu sendiri.
Berbagai kasus KKN di Negara demokrasi baru sering tidak dapat diselsaikan dengan tuntas karena tidak adanya kepastian hukum.  Sudah menjadi rahasia umum, bahwa tindakan-tindakan melanggar hukum yang di lakukuan oleh warga yang berstatus social-ekonomi rndah bisasnya diselesaikan dengan menerapkan sanksi berat bagi pelakunya. Namun, ketika penegak keadilan  berhadapan dengan pelanggar hukum yang menyandang status social-ekonomi yang kuat atau memduduki jabatan di pemerintahan, keadilan seringkali menjadi murah harganya. Dengan kata lain, mereka yang mampu membeli keadilan pada umumnya selalu dapat memenangkan perkara yang sedang di hadapinya. Semantara itu, orang-orang miskin dan lemah pada umumnya sulit mendapatkan perlindungan hukum,sehingga mereka rentan terhadap tekanan dan rekayasa hukum.
Ketidakpastian hukum di Negara transisi merupakan factor penghambat utama dari upayah menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Para penegak hukum yang mudah tergoda oleh insentif materi dalam jumlah yang melimpah meyebabkan mereka tidak peka terhadap tuntutan keadilan yang sangat sering diseruhkan public. Perilaku anti-hukum para penegak hukum sendiri dan kelemahan control terhadap lembaga yudikatif meyebabkan para penegak hukum leluasa berdiri  di atsa hukum. Mereka memerlukan ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan kepentingan mereka sendiri maupun kelompoknya. Dengan kata lain, keadilan seringkali dikrobankan demi kepentingan jangka pendek mereka.
Contoh yang bias dikemukakan di sini ialah susahnya menggiringi para perwira militer yang di duga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di berbagai daerah ke pengadialan. Contoh lain ialah sulitnya meyelesaikan kasus korupsi yang di lakukan para pejabat Negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Berbagai  tindakan yang dapat di katagorikan korupsi oleh para politisi pusat maupun daerah sangat sulit di perkarakan. Penegak hukum seperti tidak memiliki kemampuan menjalankan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Ketidakpastian hukum ini tentu mempersulit upaya untuk mengembangkan pemerintahan bersih dan demokratis yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kesamaan warga di depan hukum. Dalam kenyataan, maling ayam seringkali mendapan hukuman berbulan-bulan, sementara para koruptor dapat menikmati kehidupan di alam bebas tanpa khawatir di tangkap penegak hukum.  Sebaliknya, kondisi ini menjadi salah satu penghalang utama proses pengembangan tersebut.
NEGARA HUKUM DALAM KONTEKS DEMOKRASI ADALAH TEWUJUDNYA PEMERINTAHAN DAN APARAT NEGARA YANG TUNDUK PADA HUKUM. RULE OF LAW MENJADI SANGAT FUNDAMENTAL BAGI PROSES PENGEMBANGAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS, KARENA HANYA DALAM KONDISI KEPASTIAN HUKUMANLAH DIMUNGKINKAN TERBENTUKNYA SISTEM YANG TERBUKA.
Kebutuhan akan rechtstaat atau Negara hukum menjadi suatu keniscayaan yang sangat mendesak. Negara hukum dalam konteks demokrasi adalah terwujudnya pemerintahan dan aparat Negara yang tunduk pada hukum.
RECHTSTAAT adalah sebuh keniscayaan bagi Negara demokrasi. Karenanya, ketertundukan pada hukum menjadi hal yang sangat fundamental dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokrsai.
9.     Otonomi Daerah
Otonomi daerah bagi sebagian besar masyrakat dan juga para pejabat pemerintah, baik di pusat maupun daerah, masih merupakan persoalan yang tidak mudah untuk dijalankan. Sedikitnya pengalaman masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan ketentuan undang-undang tentang otonomi daerah menjadi kendalah utama implementasi kebijakan tersebut. Di berbagai daerah timbul persoalan-persoalan yang merupakan warisan rezim lama maupun persoalan baru yang ditimbulkan oleh keraguan tentang apa sesungguhnya otonomi daerah.
Sebagai contoh, konflik politik di daerah sebagai akibat dari pemilihan kepalah daerah seringkali menyeret kepentingan pusat dan daerah kedalam situasi konflik yang merugikan semangat pengembangan otonomi di daerah yang bersangkutan. Bagi orang di daerah,
Visi kebijakan otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yakni politik, ekonomi, dan social-budaya.
            Dalam bidang politik otonomi daerah dimaksudkan sebagai proses lahirnya kader-kader pimpinan daerah yang di pilih secara demokrasi; dapat berlangsungnya peyelenggaraan pemerintahan yang responsive terhadap aspirasi masyarakat banyak; dan adanya transparansi kebijakan dan adanya kemampuan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban public.
Dalam bidang ekonomi, otonomi daerah diharapkan mampu menjamin pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan terbentuk nya peluang bagi pemerintahan daerah untuk mengembangkan kebijakan regional dan local dalam mendayagunakan potensi ekonomi di daerah nya.
Dalam bidang social budaya, karena hampir setiap elemen masyarakat dan daerah memiliki nilai-nilai cultural-lokal, melalui otonomi daerah diharapkan terjadinya simbiosis mutualisme antara khazana local dan nilai-nilai universal yang mampu mejadi penyangga dan pendorong dinamika local maupun harmoni social dalam merespon setiap perkembangan zaman.
Berdasarkan pada visi tersebut, konsep otonomi daerah (berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999) meliputi beberapa hal sebagai berikut.
1.      Penyerahan  sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestic kepada daerah. Kecuali kewenangan bidang keuangan dan moneter,politik luar negeri,peradilan,pertahanan, keagamaan, dan beberapa kebijakan pemerintahan yang bersifat nasiaonal, pada dasarnya semua bidang pemerintahan lainnya dapat didesentralisasikan.
2.      Pembangunan tradisi politik yang sejalan dengan kultur local demi menjamin tampilnya kepemimpinan dan pemerintahan yang berkulitas tinggi dengan tingkat akseptabilitas masyarakat yang tinggi pula.
3.      Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutip melalui pembenahan organisasi dan institusi yang di miliki sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.
4.      Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah; pengaturan yang lebih jelas terhadap sumber-sumber pendapatan Negara dan daerah; pembagian pendapatan (revenue) dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam; pajak dan retribusi; dan tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.
5.      Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai local yang kondusif terhadap upaya pemeliharaan dinamika social sebagai suatu bangsa.

Semua orang saat ini, baik politisi, pengambilan,kebijakan akademisi, dan orang awam membicarakan demokrasi dalam rangka mejuju masa depan peradaban politik yang lebih manusiawi. Tak terkecuali ialah PEMERINTAHAN.



BAB 3
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Gelombang didefinisikan sebagai energi getaran yang merambat. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang berfikir bahwa yang merambat dalam gelombang adalah getarannya atau partikelnya, hal ini sedikit tidak benar karena yang merambat dalam gelombang adalah energi yang dipunyai getaran tersebut.
Gejala gelombang dapat dibagi mengadi beberapa bagian adalah sebagai  berukut :
1.      Pemantulan  gelombang, yaitu sudut pantul sama dengan sudut datang.
2.      Pembiasan gelombang adalah pembelokan arah muka gelombang ketika masuk dari satu medium ke medium lainnya.
3.      Intrferensi gelombang adalah perpaduan atau superposisi gelombang ketika dua gelombang atau lebih tiba di tempat yang sama pada saat yang sama.
4.      Difraksi  gelombang adalah peristiwa pembelokan gelombang ketika melewati celah sempit atau penghalang.

B.     SARAN
Adapun saran kami sebagai penulis adalah sebagi berikut :
1.      Diharapkan pada  pembaca dapa  memberikan kritikdan saran  membangun bagi penulis.
2.      Kritik dan saran kepada pembaca apabila ada kekurangan didalam makalah kami demi kesempurnaan makalah ini.
















DAFTAR PUSTAKA



Diamond, lary. 1996
“is the third wave over”
Dalam journal Democracy (juli 1996)


Gaffar, afan.1999.
Politik Indonesia transisi menuju demokrasi.
Yogyakarta: lapera pustaka utama


Kuper, adam dan kuper, Jessica,2000.
Ensiklopedi ilmu-ilmu social. (terjemahan oleh Haris munandar).
Jakarta: grafindo persada

Linz, juan dan Alfred Stepan.1996.
“Toward consolidate Democracies”.
Dalam journal of Democracy

Holloway, Richard.2002.
Memecah Belenggu korupsi Sistemik.
Kemitraan bagi pembaruaan tata pemerintahan di Indonesia.









9 komentar: